Jumat, 16 Juni 2017

Dimanakah Allah?

Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia. Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" Firman-Nya: "Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah. Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi." -- Kejadian 4:6-12

Karena iman Habel ... masih berbicara, sesudah ia mati. -- Ibrani 11:14

Dimanakah Allah? Sungguhkah Ia mahakasih? Benarkah Ia peduli? Benarkah Ia pemelihara hidup, berdaulat, berkuasa? Pertanyaan semacam ini sering menggelisahkan hati banyak orang termasuk kita ketika berhadapan dengan berbagai kekejaman, kekerasan, aniaya, penumpahan darah seperti yang terjadi di nas ini dan kemudian terulang lagi sepanjang sejarah manusia sampai kini. Mengapa Allah seperti tidak berdaya, pasif dan baru bertindak sesudah korban berjatuhan? Ini sungguh misteri bagi kita: misteri diri Allah dan misteri tentang kehidupan manusia. Pertama, dari Kejadian 1-3 kita jumpai misteri Allah mencipta makhluk yang segambar diri-Nya yaitu manusia; dengan memberi manusia kuasa untuk memelihara bumi, untuk menamai binatang, Allah sesungguhnya berbagi sesuatu dari sifat dan kapasitas-Nya dengan manusia. Konsekuensinya ada risiko dan pembatasan diri yang Allah tanggung. Kedua, nas ini menegaskan bahwa Allah bukan tidak peduli dan hanya menonton dari jarak jauh. Sesungguhnya Ia bertindak yaitu dengan memberi peringatan kepada Kain sebelum Kain meneruskan kemarahannya dengan dosa lebih besar. Maka di dalam semua tindakan kekerasan, kekejaman, ketidakadilan oleh siapa pun ada keterlibatan Allah dalam suara hati nurani yang bersangkutan. Selebihnya apakah peringatan-Nya didengar atau dibungkamkan adalah risiko misteri Allah mencipta manusia sebagai gambar-Nya. Ketiga, Allah tidak tinggal diam -- sesungguhnya Ia turut menanggung penderitaan Habel di samping juga menanggung kepedihan akibat kekerasan hati Kain. Di Golgota kita melihat semua ini dengan terang benderang -- Allah yang menderita karena dosa dan demi menyelamatkan manusia dari masalah dosa, baik dosa yang dibuat maupun yang menjadi korban dosa orang lain. 

Allah mendengar teriakan darah orang benar pertama yang tertumpah itu, dan dalam waktu dan cara-Nya Ia bertindak mewujudkan penghukuman-Nya atas yang menyebabkan korban berjatuhan. Ini pasti, meski bagi kita masih misteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar