Sabtu, 10 Juni 2017

Empat perspektif untuk Hidup

Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. -- Kejadian 3:3-5

Mari kita masukkan Kejadian 1-3 bersama nas ini untuk mendapatkan perspektif alkitabiah tentang realitas dan bagaimana patutnya kita hidup. Pertama, kita sangat perlu secara aktif mengingat Allah -- bukan saja sekadar tahu tetapi sungguh sampai memberdaya seluruh dan setiap aspek kehidupan kita. Allah yang mahakuasa yang dengan berfirman mencipta segala yang ada; Allah yang sempurna baik sehingga semua buah karya-Nya adalah mahakarya yang perlu kita syukuri dan pelihara dengan penuh tanggungjawab. Allah yang berdaulat yang menentukan dan mengendalikan segala yang ada menurut rencana kekal-Nya. Supaya, dengan menyadari Allah, kita punya sikap mengandalkan Dia, mengutamakan Dia, menghormati Dia. Kedua, kita patut bersyukur tentang yang dalam teologi sistematika disebut sebagai 'anugerah umum' yaitu karya penciptaan dan pemeliharaan Allah yang memungkinkan bumi ini menjadi rumah yang menyukakan dan mengasyikkan untuk didiami, dikelola, ditumbuh-kembangkan oleh umat manusia. Dengan perspektif ini kita boleh menjadi manusia budaya yang melalui beragam bentuk kerja kita boleh menjadi rekan sekerja Allah. Ketiga, kita adalah keluarga umat manusia, memiliki kesamaan yaitu berasal dari satu Pencipta, memiliki sepasang nenek-moyang, namun kemudian menjadi beragam dan majemuk dalam hal bangsa, suku, ras, klan, bahasa, budaya, keluarga, dlsb. Dengan perspektif ini kita boleh selalu menjaga ketegangan dinamis antara kesatuan dan keberbedaan. Keempat, sejak Kejadian 3 seterusnya manusia dan riwayatnya baik sebagai individu maupun sejarahnya sebagai klan, keluarga, suku, bangsa telah dicemari, dirusak, didorong oleh dosa. Kehadiran dosa tidak boleh kita sepelekan dan abaikan. Sehebat apa pun pencapaian keilmuan, teknologi, moral, budaya, bahkan keagamaan manusia, tetap saja di dalam atau di baliknya mengintai dosa yang selalu siap merusakkan segala yang baik dalam ciptaan dan dalam kehidupan manusia. Dalam nas ini, kita disadarkan bahkan di dalam wujud religiositas pertama manusia menyelinap ketidaklayakan yang berbuahkan kemarahan dan menghasilkan pembunuhan. Keagamaan menghasilkan pembunuhan -- ini mengisi awal sejarah manusia generasi kedua. Itu sebabnya di dalam segala aspek kemanusiaan -- ilmu, teknologi, kerja, budaya dlsb. kita membutuhkan hadir dan beroperasinya kuasa penyelamatan dari Allah. Bersyukur, keempat, bahwa di Kejadian 3 dan seterusnya sampai berpuncak pada pokok keselamatan yaitu Yesus Kristus, Allah menyayangi ciptaan-Nya dan makhluk-Nya manusia dan terus berkarya dalam penyelamatan. 

Mari pastikan bahwa semua perspektif hidup ini sungguh kita hayati secara baru dan segar dalam keseharian kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar