Sabtu, 15 Oktober 2011

Wahyu

Dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya.
Ibrani 1:1-2


Hal mendasar dalam Perjanjian Baru adalah klaim bahwa Kekristenan suatu agama wahyu. Istilah Yunani untuk “wahyu” berarti membuka sesuatu yang semula tersembunyi atau membawa sesuatu yang tadinya di luar penglihatan menjadi terlihat. Kekristenan bertumpu atas pemaparan sang Pencipta sendiri yang tadinya tersembunyi. Orang Kristen menikmati “terang pengetahuan akan kemuliaan Allah dalam wajah Kristus” (2Kor. 4:6). Proses yang melaluinya Allah menyatakan diri kepada manusia melalui perlakuan-Nya dengan suatu keluarga nasional – Israel – mencapai puncaknya dalam pribadi, perkataan, dan karya Yesus dari Nazaret, Anak Allah yang sudah berinkarnasi. Demikianlah klaim wahyu Kristen menemukan pernyataan akhirnya dalam pembukaan agung Surat Ibrani.

            Wahyu adalah suatu tindakan ilahi, bukan pencapaian manusia. Wahyu bukan penemuan atau fajar wawasan atau terbitnya ide cemerlang. Wahyu tidak berarti manusia mendapatkan Allah, tetapi Allah mendapatkan kita. Allah berbagi rahasia-Nya dengan kita. Allah menyatakan diri-Nya sendiri. Dalam wahyu, Allah sekaligus adalah agen dan obyek. Bukan saja kita bicara tentang Allah atau untuk Allah; Allah berbicara sendiri untuk diri-Nya dan berbicara dengan kita secara pribadi. Pesan Perjanjian Baru ialah bahwa dalam Kristus Allah telah berbicara kepada dunia ini, Firman yang harus didengar dan direspons oleh setiap orang.



Mengapa penting menegaskan bahwa Kekristenan adalah sebuah agama wahyu? Tidak adakah ruang untuk penemuan, wawasan, dan ide cemerlang?

Tuhan, lanjutkan penyataan diri-Mu kepadaku dan gerejaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar